Murid adalah generasi penerus bangsa yang
seyogyanya memiliki beragam kemampuan. Sekolah menjadi ladang untuk belajar
berbagi hal yang diinginkan. Tempat berlatih bermacam-macam hal hingga murid
menjadi ahli dalam banyak kemampuan untuk kebutuhannya di masa yang akan
datang. Namun, hal seperti ini memberi kesan bahwa murid dipaksa bisa dalam
banyak hal, meski kadang sebenarnya mungkin hanya penaasaran saja dan tidak
memiliki bakat dibidang tersebut. Pembelajaran yang berfokus pada pengembangan
karakter murid kadang memiliki kelemahan bagi pendidik. Dalam hal tersebut,
pendidik merasa paling tahu kebutuhan murid. Sehingga pendidik merasa berhak
menentukan apa yang harus dan tidak harus murid ambil atau lakukan. Hal semacam
ini akhirnya menjadi dikte bagi murid dalam melakukan pengembangan kemampuan
dirinya. Akhirnya murid tidak memiliki kebebasan atau kemerdekaan dalam
melakukan pembelajaran. Dampaknya, tidak ada kebahagiaan yangbenar-benar muncul
dari dalam diri murid selama proses pembelajaran.
Pemikiran Ki Hajar Dewantara yang menyatakan
filosofi ‘Ing ngarso sung tuladha, Ing madya mangun karso, Tutwuri handayani’
sejalan dengan pemikiran Ki HajarDewantara bahwa mendidik adalah menuntun. Sebagaimana
seorang pendidik harus bisa menuntun laku murid dengan menjadi teladan yang
terdepan, menjadi teman dengan memotivasi dalam membersamai murid dan menjadi
pendorong dan pemberi semangat dalam berkarya maupun berproses dalam
pembelajaran. Dengan menuntun murid yang sesuai dengan kodrat alam dan kodrat
zaman serta berpusat pada murid, diharapkan dapat menebalkan laku budi pekerti
murid tanpa harus merubah laku dasar/ krodat kekuatan yang dimiliki murid.
Melalui pengembangan cipta, rasa, karsa dan raga, diharapkan murid memiliki
keseimbangan dalam dirinya sehingga menjadi manusia seutuhnya dan anggota
masyarakat yang mandiri dan bahagia.
Pemikiran Ki Hajar Dewantara menjadi inspirasi
bagi saya khususnya dan pendidik lain umumnya dalam melaksanakan pembelajaran yang
berpusat pada murid. Seperti yang dikatakan KI Hajar Dewantara dalam bukunya,
bahwa murid bukanlah tabularasa yang terlahir seperti kanvas kosong dan fungsi
pendidik untuk melukis pada kanvas tersebut. Akan tetapi, murid telah memiliki
laku dasarnya sendiri dan fungsi pendidik hanya menuntun untuk mengembangkan
dan menebalkan laku dasar tersebut sesuai dengan kemampuan murid dan
rambu-rambu proses pembelajaran yang telah disesuaikan secara kontekstual. Mulai
dari sini, seharusnya pendidik dapat merubah sudut pandangnya dari teori
tabularasa menjadi pembelajaran yang menghamba pada murid. Saya khususnya, dan
pendidik lain umumnya, seyogyanya menyesuaikan diri dengan perkembangan
pembelajaran yang tentu akan memiliki dampak yang baik bagi masa depan bangsa nantinya.
Mengutip dari Ki Hajar Dewantara, ‘Mendidik murid hari ini adalah mendidik
masyarakat esok hari’. Mari wujudkan pendidikan yang berkualitas dimulai dari
diri.
0 komentar:
Posting Komentar