Duniaku berubah. Semuanya menjadi berbeda.
Tak sama. Sejak kejujuran Tuhan itu datang, aku tahu aku tak seperti dulu.
Mungkin memang harus begini. Mungkin memang ini jalannya. Tiada lagi yang
tersembunyi. Tiada lagi yang terserak diantara diriku dengan-Nya. Tak perlu
mengingkari. Tiada lagi alasan, inilah kejujuran walau pedih adanya. Namun
tetap saja, begitulah jawabnya.
Ini terasa begitu berat. Berat untukku
melakukan penerimaan atas ini semua. Aku tak tahu harus kemana, harus
bagaimana, harus seperti apa, dan aku pun terus bertanya kenapa. Entah sampai
kapan aku akan terus seperti ini, mengingkari sebuah penerimaan yang memang
harus segera dilakukan.
Apa mungkin aku terlalu banyak meminta? Salahkah aku
bila merindukan orang-orang yang menyayangiku disaat seperti ini? Meski aku selalu
terlihat baik-baik saja, tapi aku tak sekuat kelihatannya. Aku sadar dunia ini
tidak seperti dongeng yang selalu happy ending. Aku tahu hidup tak
selalu sama. Aku mengerti bahwa jalan hidup pun berliku. Tapi aku pun tahu, aku
membutuhkan orang lain untuk berjalan bersamaku, entah siapapun itu.
But thanks God. Tanpa aku minta, Engkau
kirimkan malaikat-malaikat-Mu dalam diri mereka. Mereka yang always give
me everything tanpa aku harus minta. Aki, temen main di kampus, temen di kos-di
kontrakan, temen seperjuangan beasiswa dan mereka semua yang pernah singgah
dalam alur ceritaku. Mereka semua sangat berarti untukku di sini. Di tempat
asing ini.
Tanpa mereka, aku bukanlah apa-apa. Tanpa
mereka aku hanya akan seperti sebutir debu yang tak punya arti apa-apa di sini.
Aku mungkin bukan siapa-siapa. Aku tahu, mungkin aku tak berarti apa-apa untuk
mereka. Tapi mereka begitu berarti untukku. Karena dengan adanya mereka, aku
merasa LEBIH BERARTI. Karena bersama mereka aku merasa ADA. Di sini, di tengah
hingar bingar keramaian kota metropolis ini. Di sini, diantara kilauan cahaya
temaram yang dengan sedikit tegas mewarnai kota ini.
Thanks God. Engkau selalu tahu segalanya
tentangku. Tentang diriku. Biarlah kisah ini berakhir seperti yang telah Engkau
tulis. Aku pasrah, bagaimanapun kisah ini berakhir. Bahagiakah? Sedihkah?
Seperti perahu kertas mungil yang dulu pernah aku larung. Terus berjalan
mengikuti aliran air, kemanapun ia membawanya.
0 komentar:
Posting Komentar